HealthcareUpdate News

Usia Ideal Anak Memiliki HP, Mengapa Sebelum 13 Tahun Perlu Dihindari

Para ahli menyarankan anak belum diperkenalkan ponsel sebelum usia 13 tahun karena berisiko mengganggu perkembangan sosial, emosional, dan perilaku mereka.

Bayangkan sore di sebuah taman modern: anak-anak berlari dan tertawa riang, menghirup udara segar—kontras dengan pemandangan di banyak tempat saat ini, di mana anak SD duduk terpaku pada layar ponsel, bahkan menolak ajakan bermain temannya.

Menurut Tina Afiatin, Psikolog Anak dari UGM, memberi ponsel kepada anak di bawah usia 13 tahun bisa menghambat perkembangan empati serta kemampuan bersosialisasi. Dalam sebuah webinar parenting berbasis digital, dia menekankan bahwa interaksi langsung antara anak dan lingkungan nyata menjadi fondasi penting psikososial anak.

Pandangan ini didukung oleh data dari American Academy of Pediatrics yang mengaitkan paparan layar tanpa kendali dengan turunnya kualitas tidur, menurunnya konsentrasi, serta meningkatnya risiko kecemasan dan depresi.

Dwi Lestari Pramesti Ariotedjo, dokter anak dan CEO platform edukasi Tentang Anak, merekomendasikan agar ponsel dikenalkan pada anak saat usia 13–15 tahun ketika mereka mulai lebih memahami konsekuensi digital dan memiliki tingkat tanggung jawab yang lebih matang.

Kasus nyata menunjukkan risiko tinggi dari penggunaan gawai tanpa pengawasan. Di Bojonegoro, seorang anak berusia 10 tahun dirawat di psikiatri karena kecanduan HP—bermain game sepanjang hari hingga mengganggu pola belajar dan makan. Orang tua bahkan harus menyita ponsel karena si anak akan marah tak terkendali saat dilarang bermain. Ini dikatakan oleh psikolog rumah sakit setempat, dr. Utami Sanjaya.

Di Bogor, 25 persen dari anak-anak yang menjalani konsultasi di RS Marzuki Mahdi mengalami gangguan jiwa karena kecanduan gawai—dengan masa penggunaan gawai sampai 20 jam sehari dan perilaku ketergantungan yang parah.

Read More  Ngantuk Saat Nyetir, Truk di Tol Tangerang–Merak Terjun ke Jalan Arteri

Kecanduan gawai juga dikaitkan dengan masalah perilaku. Misalnya, kasus di RSUD dr Soetomo Surabaya menunjukkan peningkatan pasien muda dengan gangguan kontrol impuls akibat HP—menghindari belajar, cenderung agresif, dan menolak interaksi sosial.

Rahasia pengenalan teknologi yang berimbang adalah pendampingan aktif. Orang tua dapat mulai dari menggunakan gadget bersama untuk belajar atau eksplorasi kreatif, bukan hiburan semata. Mengatur aturan penggunaan—seperti waktu maksimal layar per hari dan aplikasi apa saja yang boleh digunakan—juga penting. Membangkitkan minat anak terhadap aktivitas fisik, seni, serta bercerita bersama juga membantu menjaga keseimbangan dunia digital dan dunia nyata.

Di masa depan ketika teknologi semakin menembus semua bidang kehidupan, tantangan terbesar bukan kapan memberi anak HP, tetapi bagaimana mempersiapkan mereka menjadi pengguna digital yang cerdas dan tetap menjunjung perkembangan emosi serta hubungan antarmanusia. Dengan pendampingan tepat dan pilihan usia yang bijak, anak-anak bisa tumbuh menjadi generasi digital sekaligus kuat secara mental.

Back to top button